Oleh: Bakhtiar Nurdin
Islam merupaka agama besar di dunia ini, dan di Indonesia merupakan mayoritas terbesar umat Muslim di dunia, ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk. Walau Islam mayoritas namun Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam. Sejarah mencatat bahwa awal mula munculnya organisasi-organisasi islam di Indonesia pada awal abad 20, di antara yang melatar belakangi adalah semakin kuatnya sikap taqlid buta dalam segala macam kemungkaran, perbuatan bid'ah, khurafat, takhayul dan kemusyrikan atau dalam hal perpolitikan di Indonesia.[1]
Islam merupaka agama besar di dunia ini, dan di Indonesia merupakan mayoritas terbesar umat Muslim di dunia, ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk. Walau Islam mayoritas namun Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam. Sejarah mencatat bahwa awal mula munculnya organisasi-organisasi islam di Indonesia pada awal abad 20, di antara yang melatar belakangi adalah semakin kuatnya sikap taqlid buta dalam segala macam kemungkaran, perbuatan bid'ah, khurafat, takhayul dan kemusyrikan atau dalam hal perpolitikan di Indonesia.[1]
Dengan berbagai permasalahan
tersebut berdirilah PERSIS atas dasar dan landasan kewajiban akan tugas Ilahi
untuk mengangkat ummat dari jurang kejumudan berfikir dan membuka pintu ijtihad
selebar-lebarnya. Usaha PERSIS inilah yang menjadi ciri khasnya (budaya),
dimana kegiatan dititiktekankan pada pembentukan faham keagamaan dan analisa
perjuangan yang sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah. Dengan demikian usaha untuk
mengembangkan organisasinya bukanlah sebuah perhatian yang serius.
Latar Belakang Berdirinya Persis Bangil
Diantara yang melatar belakangi
berdirinya PERSIS adalah kuatnya sikap taqlid buta dan segala macam kemungkaran
yang ada serta pandangan bahwa pintu ijtihad telah tertutup, sehingga membuat
kaum muslimin semakin jauh dari tuntunan Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah.
Lahirnya PERSIS diawali dengan
terbentuknya sebuah kelompok tadarusan (penelaahan agama islam) di kota Bandung
yang dipimpin oleh H. Zamzan dam M. Yunus. Kesadaran akan hidup berjamaah,
berimamah dan berimarah dalam menyebarkan syi'ar agama islam inilah yang kemudian menumbuhkan semangat
kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan ciri dan
karakteristik yang khas.
Berdirinya PERSIS bukan atas dasar
kepentingan dari pendirinya, namun atas dasar syi'ar Islam, para pendiri PERSIS
mendirikan organisasi hanya merasa terpanggil untuk memperbaiki umat, dan
mereka tidak mendapatkan kepentingan di dalamnya, tugas pokok mereka saat itu
hanyalah berdagang, jadi berdirinya PERSIS saat itu hanya untuk mengangkat
ummat Islamdari kejumudan berfikir dan ketertutupan pintu ijtihad.[1]
Pada tanggal 12 September 1923,
bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi
mendirikan organisasi yang diberi nama "Persatun Islam" (PERSIS).
Nama persisi ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul jihad dan
ijtihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai cita-cita yang sesuai
dengan kehendak dan cita-cita organsasi, yaitu persatauan pemikiran Islam,
persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam dan persatuan usaha Islam. Falsafah
ini didasarkan pada firman Allah yang artinya:
"dan berpegang teguhlah kamu
sekalian kepada tali Allah, dan janganlah kalian bercerai bercerai berai".
Serta sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, artinya:
"kekuatan Allah itu bersama
jama'ah".
Ahmad Masur Suryanegara dalam
bukunya Api Sejarah menulis bahwa atas prakarsa H. Zamzam dan H. Yunus
di Bandung pada 30 Muharram 1342 H. / 12 September 1923 M, didirikan sebuah
organisasi masyarakat Persatua Islam (PERSIS) untuk menyatukan pemahaman
keislaman di Indonesia dengan berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW.
PERSIS yang banyak dipengaruhi oleh
aliran Wahabiyah, Arab Saudi ini tampil berdakwah dan menentang segala
praktik-praktik keagamaan yang berasal dari luar ajaran Islam. Selain berupaya
untuk memurnikan akidah umat Islam, juga menentang imperialis Barat, kerajaan
Protestan Belanda dan pemerintahan colonial Belanda yang bercokol di Indonesia.[2]
Para ulama aktivis PERSIS semuanya
berupaya membangkitkan kesadaran beragam, kesadaran berbangsa dan bernegara
serta menumbuhkan kesadaran bersyari'ah Islam, melalui kelompok-kelompok kajian
non formal serta lembaga formal berupa pondok pesantren.[3]
Pesantren Persatuan Islam pertama
kali di Bandung di masjid Persatuan Islam pada tahun 1923 (1 Shafar 1342 H)
oleh A. Hassan, M. Natsir, R. Abdul Qadir dan Ustadz Ali Al-Alhamidi. Saat itu
jumlah santri 40 orang dari hamper di semua pelosok tanah air dan mancanegara.
Pesantren inilah yang pada tahun 1940 dipindah ke Bangil bersamaan dengan
kepindahan sebagian besar pengurusnya.
Tujuan mendirikan pesantren Bangil
itu ialah untuk menampilkan muballigh yang mampu menyiarkan, mengajar, membela,
dan mempertahankan agama mereka, agama islam dimana saja mereka berada.
Pesantren dipindah ke Bangil pada
permulaan bulan maret 1940. Murid-murid yang belum mendapat pelajaran yang
cukup di Bandung, di bawa pula ke Bangil untuk menamatkan beberapa pelajaran
lagi. Tahun 1941 merupakan tahun menggembirakan sekaligus menyedihkan.
Menggembirakan karena waktu itu jumlah muridnya 12 orang yang sebagian besar
luar kota. Menyedihkan karena pecah perang jepang dan pesantren ditutup dan
muridnya kembali ke daerah masing-masing.
Santri dari luar pulau tidak bias
pulang 1943 mendirikan pesantren kecil untuk anak-anak yang akhirnyapun harus
ditutup pada tahun 1945 karena kondisi penjajahan yang menghawatirkan. Diakhir
tahun 1950, tepatnya pada bulan oktober, setelah keadaan mulai stabil, atas
permintaan banyak wali santri, pesantren dibuka kembali dengan jangkauan yang
luas, lalu dibuat kepanitian kecil untuk penyelenggaraan pendidikan pesantren.
Pada tanggal 11 Juni 1951 terbentuklah kepengurusan penyelenggaraan pendidikan,
terdiri dari, penasehat Moh. Natsir, Muhammad Bin Salim Nabhan, A.Hassan,[4]
Visi, Misi dan Tujuan PERSIS
Sebelum PERSIS berdiri sudah ada
seruan untuk kembali ke al-Qur'an sunnah, tetapi seruan itu tidak diikuti denga
pemberantasan secara tegas terhadap segala macam perbuatan bid'ah, taqlid,
syirik, khurafat dan takhayul. Namun jika semua hal itu dimunculkan dalam
seruannya untuk kembali kepada Al-Qur'an dan sunnah, maka uamat islam akan
terpecah belah, namun sebaliknya, PERSIS, tidak sependapat dengan hal itu,
bahkan jika tidak diberantas justru akan menyebabkan umat Islam memandang
Al-Qur'an dan sunnah akan terpecah belah. Dan umat Islam tidak akan pernah
bersatu jika hal itu tidak diberantas. Bagi PERSIS membina keyakinan itu harus
bersatu dalam pandangan dan keyakinan dalam islam. Pandangan PERSIS dan
keyakinannya itu terpusat pada aqidah, bahwa aqidah itu tidak akan mungkin
ditegakkan tampa memberantas taqlid, bid'ah, syirik, khurafat dan takhayul. Dan
pandangan PERSIS semacam ini telah membentuk moral dan perjuangan PERSIS sejak
awal.[5]
Kiprah PERSIS semakin jelas setelah
A. Hassan masuk ke organisasi ini, ia masuk di PERSIS bukan karena faham yamg
di pegaang oleh PERSIS sudah mapan, A. Hassan melihatnya sebagai organisasi
yang sesuai dengan pemikirannya dimana ia bias mengembangkan dan menuangkan
ide-idenya yang mempunyai kesamaan dalam dirinya bahwa pemikirannya harus
dituangkan dalam sebuah gerakan, agar bias berkembang dan pada gilirannya
Nampak watak A. Hassan yang tajam dengan cirri khasnya, setelah menghasilkan sebuah
gerakan dengan faham yang cepat meluas. Hal ini memang sukar untuk disimpulkan
bahwa gerakan pemikiran pembaharuan yang dilakukan A.Hassan Nampak seperti
dating secara tiba-tiba, dan pada akhirnya ia terbawa arus ke dalam pembaharuan
islam dan berada dibelakang kaum muda, yang berfaham pembaharuan. Walau pada
akhirnya dapat disimpulkan bahwa A. Hassan bukanlah ahli dalam mengelola sebuah
organisasi.[6]
Pada dasarnya, perhatian PERSIS
ditujukan terutama pada faham Al-Qur'an dan as-sunnah. Hal ini dilakukan dengan
berbagai macam aktifitas, diantaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan
umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, kelompok tadarus, mendirikan
sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta
berbagai aktifitas keagamaan lainnya. Tujuan utamanya adalah
terlaksanyasyari'at islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.[7]
PERSIS didirikan dengan tujuan untuk
memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh
Rasulullah SAW dan memberikan pandangan berbeda dari pemahaman Islam
tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena sudah bercampur dengan
budaya local, sikap taqlid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali
Islam lebh dalam dengan membuka kitab-kitab hadits yang shahih. Oleh karena
itu, melalui ulamanya seperti Ahma Hassan yang juga dienal sebagai Hassan
Bandung atau Hassan Bangil, PERSIS mengenalkan Islam yang hanya bersumber dari
Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW.[8]
Untuk mencapai tujuan jam'iyyah,
PERSIS melaksanakan berbagai kegiatan antara lain, pendidikan yang dimulai
dengan mendirikan pesantren PERSIS. Dari PERSIS ini kemudian berkembang
berbagai lembaga pendidikan mulai dari raudhatul athfal (taman kanak-kanak)
hingga perguruan tinggi. Kemudian menerbitkan buku-buku, kitab-kitab serta
majalah-majalah. Diantara majalah yang diterbitkan oleh PERSIS yang sangat
terkenal dan tersebar di seluruh pelosok Tanahair adalah Majalah Al-Muslimun
yang diterbitkan di Bangil.
Secara kultur manajemen kaderisasi
dan pengembangan organisasi masih bertumpu pada jaringan-jaringan pesantren.
Dakwah dan Keberagamaan warga PERSIS Bangil
Sumber segala macam ajaran Islam
adalah Al-Qur'an dan sunnah. Itulah yang membuat para tokoh PERSIS bersemangat
dalam berdakwah, untuk mengembalikan masyarakat yang terlanjur akrab dengan
perbuatan taqlid, tahayyul, khurafat dan segala macam peribadahan yang tidak
lagi sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW. Dakwah yang dilakukan oleh
ulama' aktifis PERSIS adalah menentang segalam macam bentuk praktik-praktik
keagamaan yang berasal dari luar ajaran Islam. Mereka berupayamembangitkan
kesadaran beragama, kesadaran berbangsa dan bernegara, serta menumbuhkan
kesadaran bersyari'ah dengan baik dan benar.
Di awal keberadaannya, PERSIS banyak
memecahkan berbagai macam persoalan hukum Islam di masyarakt, seperti ibadah
dan mu'amalah yang terhimpun dalam satu buku yang bernama Soal Jawab, yang
terdiri empat jilid. Walau di awal berdirinya PERSIS belum diputuskan dan
ditetapkan sebagai landasan hukum yang otonom, dalam perkembangan selanjutnya
masih tetap dijadikan sebagai pegangan ummat khususnya warga PERSIS. Jadi, buku
ini menjadi tradisi semacam kitab kuningnya warga PERSIS dan pengikutnya.[9]
Diawal berdirinya PERSIS adalah
sebuah organisasi keagamaan yang cukup disegani karena memiliki sikap yang
konsisten terhadap sebuah keputusan dan argumentasi yang memang memiliki
dalil-dalil dari Al-Qur'an dan sunnah.
Filosofi yang diusung oleh PERSIS
adalah gerakan tajdid, atau gerakan pembaharuan, modernisasi, rekonstruksi, dan
renovasi, juga diartikan sebagai: fikiran, aliran, gerakan dan upaya untuk
mengubah faham-faham, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lama yang
melembaga untuk disesuaikan kembali denganrujukan pokok ajaran Islam, yaitu
Al-Qur'an dan as-sunnah.[10]
Sesuai dengan semboyan PERSIS:
"Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan
ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk". (Ali Imran: 103).
Pola gerakan pembaharuan yang
dilakukan PERSIS adalah pola pemikiran gerakan pembaharuan yang lebih banyak
ditujukan pada peningkatan keimanan, yang bersih dari segala macam penambahan.
Yang semuanya itu telah dituangkan dalam pembaharuan baik dalam bentuk lisan
maupun melalui media cetak yang berisi tentang ilmu pengetahuan popular,
khusunya tentang dunia Islam.[11]
Studi Analisis
Keberadaan PERSIS adalah organisasi
keislaman yang dating kemudian, setelah terlebih dahulu berdiri organisasi
islam Nahdatu Ulama' dan Muhammadfiyah. Diawal berdirinya, PERSIS berjuang
untuk mengembalikan kemurnian keberagamaan kaum muslimin di tanah air.
Diawal berdirinya, PERSIS merupakan
organisasi islam yang sangat terkenal hingga pelosok tanah air, disebabkan
agresivnya media-media yang dipublikasikan, yang juga membuat tokoh-tokohnya
cukup dikenal dengan baik oleh ummat Islam.
Pada masa ini terdapat perbedaan
yang cukup mendasar. Jika awal berdirinya PERSIS muncul dengan agresivnya, pada
masa ini cendrung low profile yang bersifat persuasive dalam menyebarkan
faham-faham yang sesuai dengan Al-qur'an dan sunnah. Pada masa ini PERSIS
berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan ummat, pada masa yang lebih
realistis dan kritis. Gerakan perjuangan persis tidak terbatas pada
persoalan-persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi meluas pada persoalan
strategis yang dibutuhka ummat Islam, terutama pada mu'amalah dan peningkatan
kajian pemikiran keislaman.
Beberapa tahun belakangan jarang
terdengar gebrakan-gebrakan yang dilakukan PERSIS sebagaiamana ciri khasnya
yang selalu dilakukannya sejak berdiri hingga tahun 2000an. Keberadaan
pesantren PERSIS Bangil tidak lagi menjadi jujukan kaum muslimin Indonesia
maupun luar negeri untuk menuntut ilmu keislaman. Saat ini telah berkembang
dengan pesat lembaga keislaman yang bergerak dibidang pendidikan keagamaan,
social yang lebih modern.
Lihat saja Muhammadiyah, misalnya,
selain dakwah keagamaannya tetap eksis dan konsisten, juga dapat mengembangkan
lembaga pendidikan yang cukup berkembang pesat serta amal usahanya juga tumbuh
pesat. Ini disebabkan oleh pengkaderan
melalui lembaga pendidikan yang efektif, sekaligus sebagai amal usaha
organisasi.
Secara kultur manajemen kaderisasi
dan pengembangan kaderisasi masih bertumpu pada jaringan-jaringan pesantren.
Dari sisi ini PERSIS lebih mirip dengan Nahdatul Ulama (NU) yang tradisionalis
dibanding M uhammadiyah yang modernis. Walaupun demikian, identitas sebagai
kelompok "modernis perkotaan" yang terlanjur melekat, membuat PERSIS
berada di persimpangan. Disatu sisi pengembangan organisasi ingin
dimodernisasi, namun pengaruh kultur pesantren cukup kuat mengakar. Perpaduan
diantara kedua kultur ini tampaknya tidak selalu berhasil dalam berbagai hal.
Persoalan bukan mana yang lebih baik, tetapi apa penanganan yang lebih tepat
dalam kultur konteks kultur seperti ini. Disatu sisi PERSIS ingin ditangani
secara modern perkotaan, namun masyarakat pedesaan yang lebih senang hidup
secara guyub, tidak bias didekati dengan cara-cara masyarakat perkotaan
formalistic dan matematis. Disisi lain, sejarah PERSIS yang dilahirkan di
tengah-tengan masyarakat perkotaan masih menyisakan semangat modernisasi
perkotaan dari sebagian aktivisnya.
Melihat begitu besarnya parsaingan
antara organisasi keislama di Indonesia. Kulturan semacam ini harus difahami
dengan baik oleh siapapun yang akan menjadi nahkoda PERSIS. Secara kreatif dan
sinergis, kedua kultur ini harus dipaduka dan sedikit "racikan" untuk
melahirkan kekuatan baru PERSIS dalam konteks dakwah Islam di Indonesia.
Dalam berjalanan waktu, dakwah
PERSIS masih tetap bertahan dan secara
kwantitas relative berkembang, namu seringkali PERSIS seolah-olah kehilangan
isu, untuk mengangkat isu-isu lama, ransanya tidak mungkin karena isu-isu
tersebut tidak lagi relevan, karena dakwah PERSIS tidak mampu bersaing dengan
kemunculan kelompok-kelompok dakwah baru dan semangat besar.
Sesungguhnya kerugian kultur yang
diderita PERSIS dimasa yang akan datang cukup besar. Sebab, kultur yang
dibangun belakangan di pesantren PERSIS ini bukallah hal baru dalam konteks
gerakan dakwah di Indonesia. Gerakan dakwah lain seperti Muhammadiyah sudah
melaksanakannya sejak lama.
Oleh Karena itu, untuk nemukan
kembali posisioning baru dakwah PERSIS modal potensi baru tidak mungkin
disingkirkan. Justru yang telah ada, ditanam dan dikembangkan sejak lama,
merupakan modal kulturan yang besar untuk menciptakan kreativitas baru. Untuk
kembali menemukan posisinya, yang harus dilakukan PERSIS adalah memperkuat
modal kutural yang sudah ada. Modal cultural harus diperkaya dan diperkuat
dengan penemuan dan kreatifitas mutakhir dibidangnya. Kepedulai menanggapi
isu-isu kontemporer tidak bisa dilakuka dengan menghilangkan ciri khas dakwah
PERSIS, tetapi yang harus dilakukan adalah ciri kahs itu dapat menjadi pijakan
kemudain dilakukan perbaikan-perbaikan.
Kejumudan berfikir harus
disingkirkan, kemudian diganti dengan kreatifitas dalam gerakan dakwah.
Kreatifitas akan semakin baik dan kuat saat tetap berpijak pada akar yang lama
yang masih kuat.dengan demikian keberadaan PERSIS tidak tergerus oleh derasnya
hantaman arus globalisasi.
KESIMPULAN
Setelah mengkaji dan menguraikan
beberapa permasalahan isi makalah penelitian ini, maka kami dapat menyimpulkan
sedagai berikut:
Latarbelakang berdirinya PERSIS
adalah kuatnya sikap taqlid buta dan segala macam kemungkaran yang ada di
tengah-tengah masyarakat, sehingga membuat kaum muslimin semakin jauh dari
tuntunan Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah. Bukan atas dasar kepentingan dari
pendirinya, namun atas dasar syi'ar Islam, para pendiri PERSIS mendirikan
organisasi hanya merasa terpanggil untuk memperbaiki umat, dan mereka tidak
mendapatkan kepentingan di dalamnya, tugas pokok mereka saat itu hanyalah
berdagang, jadi berdirinya PERSIS saat itu hanya untuk mengangkat ummat
Islamdari kejumudan berfikir dan ketertutupan pintu ijtihad.
Dakwah keberagamaan warga PERSIS
adalah dengan berpedoman pada tuntunan Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW. Bertujuan
untuk memurnikan agama Islam. Sedangkan penyebaran faham-faham PERSIS di
seluruh penjuru tanah air dikarenakan buku-buku dan terbitan-terbitan yang
dimotori oleh fikiran-fikiran kritis Ahmad Hassan, salah seorang pendiri
PERSIS.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an Tajwid dan terjemahnya,
Bandung: PT. Sygma, t.th.
Pimpinan Pusat Persatuan Islam, Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persatusn
Islam bangil, PP.PERSIS. Bandung:
Persatuan Islam, 1984.
Pedersipel, Howard M, Ideologi Muslim Pencarian dan Pergulatan
PERSIS di Era Kemunculan Negara Indonesia. Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2004.
Noer, Deliar Gerakan Moderen Islam di Indonesia, Jakarta:
LP3S, 1996.
Muchtar, A. Latif, Gerakan Kembali ke Islam, Bandung:
Rosdakarya, 1998
Anshori, Isa, Manifes Perjuangan Persatuan Islam, Bandung:
Manifes, 1958.
Abbas, Rafid, Ringkasan Disertasi, Ijtihad Persatuan Islam,
Tela'ah Proses dan Produk Ijtihad Persis Periode Tahun 1996-2009, dikutip
melalui http://pasca.sunan-ampel.ac.id/06/2011.
Amin, shiddiq, Panduan Hidup Berjama'ah, Bandung: Tafakkur,
2005.
Hassan, Ahmad, Soal Jawab Masalah Agama, Jilid I, Bandung:
Diponegoro, 2007.
Pimpinan Pusat Persatuan Islam, http://persis.or.id.
http://id.wikipedia.org/wiki/Persatuan_Islam
[1] Pimpinan Pusat Persatuan Islam, Qanun Asasi
dan Qanun Dakhili Persatusn Islam bangil, PP.PERSIS, (Bandung: Persatuan
Islam, 1984), 4-5.
[2] Pimpinan Pusat Persatuan Islam, Sejarah
Singkat Persatuan Islam Bangil, dinukil dari, http://persis.or.id/1221.
[3] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, (Bandung:
Salamadani Pustaka Semesta, 2009), 478.
[4] Pimpinan Pusat Persatuan islam, Mengenang
Sejarah Persis dari Masa Kemasa, 2010, http://persis.or.id/
[5] Pimpinan Pusat Persatuan Islam, Qanun Asasi
dan Qanun Dakhili Persatusn Islam bangil, PP.PERSIS, (Bandung: Persatuan
Islam, 1984), 4-5.
[6] Rafid Abbas, Ringkasan Disertasi, Ijtihad
Persatuan Islam, Tela'ah Proses dan Produk Ijtihad Persis Periode Tahun
1996-2009, dikutip melalui http://pasca.sunan-ampel.ac.id/06/2011.
[7] Ibid.
[8] Dikutip dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Persatuan_Islam
[9] Rafid Abbas, Ringkasan Disertasi, Ijtihad
Persatuan Islam, Tela'ah Proses dan Produk Ijtihad Persis Periode Tahun
1996-2009, dikutip melalui http://pasca.sunan-ampel.ac.id/06/2011. hal. 18.
[10] A. Latif Muchtar, Gerakan Kembali ke Islam,(Bandung:
Rosdakarya, 1998), 215.
[11] Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di
Indonesia, (Jakarta: LP3S, 1996), 38-39.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar