Rabu, 24 Juni 2015

Sejarah Perkembangan Persatuan Islam (PERSIS)

Oleh: Bakhtiar Nurdin
Islam merupaka agama besar di dunia ini, dan di Indonesia merupakan mayoritas terbesar umat Muslim di dunia, ada sekitar 85,2%  atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk. Walau Islam mayoritas namun Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam. Sejarah mencatat bahwa awal mula munculnya organisasi-organisasi islam di Indonesia pada awal abad 20, di antara yang melatar belakangi adalah semakin kuatnya sikap taqlid buta dalam segala macam kemungkaran, perbuatan bid'ah, khurafat, takhayul dan kemusyrikan atau dalam hal perpolitikan di Indonesia.[1]
Dengan berbagai permasalahan tersebut berdirilah PERSIS atas dasar dan landasan kewajiban akan tugas Ilahi untuk mengangkat ummat dari jurang kejumudan berfikir dan membuka pintu ijtihad selebar-lebarnya. Usaha PERSIS inilah yang menjadi ciri khasnya (budaya), dimana kegiatan dititiktekankan pada pembentukan faham keagamaan dan analisa perjuangan yang sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah. Dengan demikian usaha untuk mengembangkan organisasinya bukanlah sebuah perhatian yang serius.
Latar Belakang Berdirinya Persis Bangil
Diantara yang melatar belakangi berdirinya PERSIS adalah kuatnya sikap taqlid buta dan segala macam kemungkaran yang ada serta pandangan bahwa pintu ijtihad telah tertutup, sehingga membuat kaum muslimin semakin jauh dari tuntunan Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah.
Lahirnya PERSIS diawali dengan terbentuknya sebuah kelompok tadarusan (penelaahan agama islam) di kota Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzan dam M. Yunus. Kesadaran akan hidup berjamaah, berimamah dan berimarah dalam menyebarkan syi'ar agama islam  inilah yang kemudian menumbuhkan semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan ciri dan karakteristik yang khas.
Berdirinya PERSIS bukan atas dasar kepentingan dari pendirinya, namun atas dasar syi'ar Islam, para pendiri PERSIS mendirikan organisasi hanya merasa terpanggil untuk memperbaiki umat, dan mereka tidak mendapatkan kepentingan di dalamnya, tugas pokok mereka saat itu hanyalah berdagang, jadi berdirinya PERSIS saat itu hanya untuk mengangkat ummat Islamdari kejumudan berfikir dan ketertutupan pintu ijtihad.[1]
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama "Persatun Islam" (PERSIS). Nama persisi ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul jihad dan ijtihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organsasi, yaitu persatauan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam dan persatuan usaha Islam. Falsafah ini didasarkan pada firman Allah yang artinya:
"dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah, dan janganlah kalian bercerai bercerai berai".
Serta sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, artinya:
"kekuatan Allah itu bersama jama'ah".
Ahmad Masur Suryanegara dalam bukunya Api Sejarah menulis bahwa atas prakarsa H. Zamzam dan H. Yunus di Bandung pada 30 Muharram 1342 H. / 12 September 1923 M, didirikan sebuah organisasi masyarakat Persatua Islam (PERSIS) untuk menyatukan pemahaman keislaman di Indonesia dengan berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW.
PERSIS yang banyak dipengaruhi oleh aliran Wahabiyah, Arab Saudi ini tampil berdakwah dan menentang segala praktik-praktik keagamaan yang berasal dari luar ajaran Islam. Selain berupaya untuk memurnikan akidah umat Islam, juga menentang imperialis Barat, kerajaan Protestan Belanda dan pemerintahan colonial Belanda yang bercokol di Indonesia.[2]
Para ulama aktivis PERSIS semuanya berupaya membangkitkan kesadaran beragam, kesadaran berbangsa dan bernegara serta menumbuhkan kesadaran bersyari'ah Islam, melalui kelompok-kelompok kajian non formal serta lembaga formal berupa pondok pesantren.[3]
Pesantren Persatuan Islam pertama kali di Bandung di masjid Persatuan Islam pada tahun 1923 (1 Shafar 1342 H) oleh A. Hassan, M. Natsir, R. Abdul Qadir dan Ustadz Ali Al-Alhamidi. Saat itu jumlah santri 40 orang dari hamper di semua pelosok tanah air dan mancanegara. Pesantren inilah yang pada tahun 1940 dipindah ke Bangil bersamaan dengan kepindahan sebagian besar pengurusnya.
Tujuan mendirikan pesantren Bangil itu ialah untuk menampilkan muballigh yang mampu menyiarkan, mengajar, membela, dan mempertahankan agama mereka, agama islam dimana saja mereka berada.
Pesantren dipindah ke Bangil pada permulaan bulan maret 1940. Murid-murid yang belum mendapat pelajaran yang cukup di Bandung, di bawa pula ke Bangil untuk menamatkan beberapa pelajaran lagi. Tahun 1941 merupakan tahun menggembirakan sekaligus menyedihkan. Menggembirakan karena waktu itu jumlah muridnya 12 orang yang sebagian besar luar kota. Menyedihkan karena pecah perang jepang dan pesantren ditutup dan muridnya kembali ke daerah masing-masing.
Santri dari luar pulau tidak bias pulang 1943 mendirikan pesantren kecil untuk anak-anak yang akhirnyapun harus ditutup pada tahun 1945 karena kondisi penjajahan yang menghawatirkan. Diakhir tahun 1950, tepatnya pada bulan oktober, setelah keadaan mulai stabil, atas permintaan banyak wali santri, pesantren dibuka kembali dengan jangkauan yang luas, lalu dibuat kepanitian kecil untuk penyelenggaraan pendidikan pesantren. Pada tanggal 11 Juni 1951 terbentuklah kepengurusan penyelenggaraan pendidikan, terdiri dari, penasehat Moh. Natsir, Muhammad Bin Salim Nabhan, A.Hassan,[4]
 Visi, Misi dan Tujuan PERSIS
Sebelum PERSIS berdiri sudah ada seruan untuk kembali ke al-Qur'an sunnah, tetapi seruan itu tidak diikuti denga pemberantasan secara tegas terhadap segala macam perbuatan bid'ah, taqlid, syirik, khurafat dan takhayul. Namun jika semua hal itu dimunculkan dalam seruannya untuk kembali kepada Al-Qur'an dan sunnah, maka uamat islam akan terpecah belah, namun sebaliknya, PERSIS, tidak sependapat dengan hal itu, bahkan jika tidak diberantas justru akan menyebabkan umat Islam memandang Al-Qur'an dan sunnah akan terpecah belah. Dan umat Islam tidak akan pernah bersatu jika hal itu tidak diberantas. Bagi PERSIS membina keyakinan itu harus bersatu dalam pandangan dan keyakinan dalam islam. Pandangan PERSIS dan keyakinannya itu terpusat pada aqidah, bahwa aqidah itu tidak akan mungkin ditegakkan tampa memberantas taqlid, bid'ah, syirik, khurafat dan takhayul. Dan pandangan PERSIS semacam ini telah membentuk moral dan perjuangan PERSIS sejak awal.[5]
Kiprah PERSIS semakin jelas setelah A. Hassan masuk ke organisasi ini, ia masuk di PERSIS bukan karena faham yamg di pegaang oleh PERSIS sudah mapan, A. Hassan melihatnya sebagai organisasi yang sesuai dengan pemikirannya dimana ia bias mengembangkan dan menuangkan ide-idenya yang mempunyai kesamaan dalam dirinya bahwa pemikirannya harus dituangkan dalam sebuah gerakan, agar bias berkembang dan pada gilirannya Nampak watak A. Hassan yang tajam dengan cirri khasnya, setelah menghasilkan sebuah gerakan dengan faham yang cepat meluas. Hal ini memang sukar untuk disimpulkan bahwa gerakan pemikiran pembaharuan yang dilakukan A.Hassan Nampak seperti dating secara tiba-tiba, dan pada akhirnya ia terbawa arus ke dalam pembaharuan islam dan berada dibelakang kaum muda, yang berfaham pembaharuan. Walau pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa A. Hassan bukanlah ahli dalam mengelola sebuah organisasi.[6]
Pada dasarnya, perhatian PERSIS ditujukan terutama pada faham Al-Qur'an dan as-sunnah. Hal ini dilakukan dengan berbagai macam aktifitas, diantaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, kelompok tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktifitas keagamaan lainnya. Tujuan utamanya adalah terlaksanyasyari'at islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.[7]

PERSIS didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah SAW dan memberikan pandangan berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena sudah bercampur dengan budaya local, sikap taqlid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam lebh dalam dengan membuka kitab-kitab hadits yang shahih. Oleh karena itu, melalui ulamanya seperti Ahma Hassan yang juga dienal sebagai Hassan Bandung atau Hassan Bangil, PERSIS mengenalkan Islam yang hanya bersumber dari Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW.[8]
Untuk mencapai tujuan jam'iyyah, PERSIS melaksanakan berbagai kegiatan antara lain, pendidikan yang dimulai dengan mendirikan pesantren PERSIS. Dari PERSIS ini kemudian berkembang berbagai lembaga pendidikan mulai dari raudhatul athfal (taman kanak-kanak) hingga perguruan tinggi. Kemudian menerbitkan buku-buku, kitab-kitab serta majalah-majalah. Diantara majalah yang diterbitkan oleh PERSIS yang sangat terkenal dan tersebar di seluruh pelosok Tanahair adalah Majalah Al-Muslimun yang diterbitkan di Bangil.
Secara kultur manajemen kaderisasi dan pengembangan organisasi masih bertumpu pada jaringan-jaringan pesantren.  
Dakwah dan Keberagamaan warga PERSIS Bangil
Sumber segala macam ajaran Islam adalah Al-Qur'an dan sunnah. Itulah yang membuat para tokoh PERSIS bersemangat dalam berdakwah, untuk mengembalikan masyarakat yang terlanjur akrab dengan perbuatan taqlid, tahayyul, khurafat dan segala macam peribadahan yang tidak lagi sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW. Dakwah yang dilakukan oleh ulama' aktifis PERSIS adalah menentang segalam macam bentuk praktik-praktik keagamaan yang berasal dari luar ajaran Islam. Mereka berupayamembangitkan kesadaran beragama, kesadaran berbangsa dan bernegara, serta menumbuhkan kesadaran bersyari'ah dengan baik dan benar.
Di awal keberadaannya, PERSIS banyak memecahkan berbagai macam persoalan hukum Islam di masyarakt, seperti ibadah dan mu'amalah yang terhimpun dalam satu buku yang bernama Soal Jawab, yang terdiri empat jilid. Walau di awal berdirinya PERSIS belum diputuskan dan ditetapkan sebagai landasan hukum yang otonom, dalam perkembangan selanjutnya masih tetap dijadikan sebagai pegangan ummat khususnya warga PERSIS. Jadi, buku ini menjadi tradisi semacam kitab kuningnya warga PERSIS dan pengikutnya.[9]
Diawal berdirinya PERSIS adalah sebuah organisasi keagamaan yang cukup disegani karena memiliki sikap yang konsisten terhadap sebuah keputusan dan argumentasi yang memang memiliki dalil-dalil dari Al-Qur'an dan sunnah.
Filosofi yang diusung oleh PERSIS adalah gerakan tajdid, atau gerakan pembaharuan, modernisasi, rekonstruksi, dan renovasi, juga diartikan sebagai: fikiran, aliran, gerakan dan upaya untuk mengubah faham-faham, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lama yang melembaga untuk disesuaikan kembali denganrujukan pokok ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an dan as-sunnah.[10] Sesuai dengan semboyan PERSIS:

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk". (Ali Imran: 103).
Pola gerakan pembaharuan yang dilakukan PERSIS adalah pola pemikiran gerakan pembaharuan yang lebih banyak ditujukan pada peningkatan keimanan, yang bersih dari segala macam penambahan. Yang semuanya itu telah dituangkan dalam pembaharuan baik dalam bentuk lisan maupun melalui media cetak yang berisi tentang ilmu pengetahuan popular, khusunya tentang dunia Islam.[11]
  Studi Analisis
Keberadaan PERSIS adalah organisasi keislaman yang dating kemudian, setelah terlebih dahulu berdiri organisasi islam Nahdatu Ulama' dan Muhammadfiyah. Diawal berdirinya, PERSIS berjuang untuk mengembalikan kemurnian keberagamaan kaum muslimin di tanah air.
Diawal berdirinya, PERSIS merupakan organisasi islam yang sangat terkenal hingga pelosok tanah air, disebabkan agresivnya media-media yang dipublikasikan, yang juga membuat tokoh-tokohnya cukup dikenal dengan baik oleh ummat Islam.
Pada masa ini terdapat perbedaan yang cukup mendasar. Jika awal berdirinya PERSIS muncul dengan agresivnya, pada masa ini cendrung low profile yang bersifat persuasive dalam menyebarkan faham-faham yang sesuai dengan Al-qur'an dan sunnah. Pada masa ini PERSIS berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan ummat, pada masa yang lebih realistis dan kritis. Gerakan perjuangan persis tidak terbatas pada persoalan-persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi meluas pada persoalan strategis yang dibutuhka ummat Islam, terutama pada mu'amalah dan peningkatan kajian pemikiran keislaman.
Beberapa tahun belakangan jarang terdengar gebrakan-gebrakan yang dilakukan PERSIS sebagaiamana ciri khasnya yang selalu dilakukannya sejak berdiri hingga tahun 2000an. Keberadaan pesantren PERSIS Bangil tidak lagi menjadi jujukan kaum muslimin Indonesia maupun luar negeri untuk menuntut ilmu keislaman. Saat ini telah berkembang dengan pesat lembaga keislaman yang bergerak dibidang pendidikan keagamaan, social yang lebih modern.
Lihat saja Muhammadiyah, misalnya, selain dakwah keagamaannya tetap eksis dan konsisten, juga dapat mengembangkan lembaga pendidikan yang cukup berkembang pesat serta amal usahanya juga tumbuh pesat.  Ini disebabkan oleh pengkaderan melalui lembaga pendidikan yang efektif, sekaligus sebagai amal usaha organisasi.
Secara kultur manajemen kaderisasi dan pengembangan kaderisasi masih bertumpu pada jaringan-jaringan pesantren. Dari sisi ini PERSIS lebih mirip dengan Nahdatul Ulama (NU) yang tradisionalis dibanding M uhammadiyah yang modernis. Walaupun demikian, identitas sebagai kelompok "modernis perkotaan" yang terlanjur melekat, membuat PERSIS berada di persimpangan. Disatu sisi pengembangan organisasi ingin dimodernisasi, namun pengaruh kultur pesantren cukup kuat mengakar. Perpaduan diantara kedua kultur ini tampaknya tidak selalu berhasil dalam berbagai hal. Persoalan bukan mana yang lebih baik, tetapi apa penanganan yang lebih tepat dalam kultur konteks kultur seperti ini. Disatu sisi PERSIS ingin ditangani secara modern perkotaan, namun masyarakat pedesaan yang lebih senang hidup secara guyub, tidak bias didekati dengan cara-cara masyarakat perkotaan formalistic dan matematis. Disisi lain, sejarah PERSIS yang dilahirkan di tengah-tengan masyarakat perkotaan masih menyisakan semangat modernisasi perkotaan dari sebagian aktivisnya.
Melihat begitu besarnya parsaingan antara organisasi keislama di Indonesia. Kulturan semacam ini harus difahami dengan baik oleh siapapun yang akan menjadi nahkoda PERSIS. Secara kreatif dan sinergis, kedua kultur ini harus dipaduka dan sedikit "racikan" untuk melahirkan kekuatan baru PERSIS dalam konteks dakwah Islam di Indonesia.
Dalam berjalanan waktu, dakwah PERSIS  masih tetap bertahan dan secara kwantitas relative berkembang, namu seringkali PERSIS seolah-olah kehilangan isu, untuk mengangkat isu-isu lama, ransanya tidak mungkin karena isu-isu tersebut tidak lagi relevan, karena dakwah PERSIS tidak mampu bersaing dengan kemunculan kelompok-kelompok dakwah baru dan semangat besar.
Sesungguhnya kerugian kultur yang diderita PERSIS dimasa yang akan datang cukup besar. Sebab, kultur yang dibangun belakangan di pesantren PERSIS ini bukallah hal baru dalam konteks gerakan dakwah di Indonesia. Gerakan dakwah lain seperti Muhammadiyah sudah melaksanakannya sejak lama.
Oleh Karena itu, untuk nemukan kembali posisioning baru dakwah PERSIS modal potensi baru tidak mungkin disingkirkan. Justru yang telah ada, ditanam dan dikembangkan sejak lama, merupakan modal kulturan yang besar untuk menciptakan kreativitas baru. Untuk kembali menemukan posisinya, yang harus dilakukan PERSIS adalah memperkuat modal kutural yang sudah ada. Modal cultural harus diperkaya dan diperkuat dengan penemuan dan kreatifitas mutakhir dibidangnya. Kepedulai menanggapi isu-isu kontemporer tidak bisa dilakuka dengan menghilangkan ciri khas dakwah PERSIS, tetapi yang harus dilakukan adalah ciri kahs itu dapat menjadi pijakan kemudain dilakukan perbaikan-perbaikan.
Kejumudan berfikir harus disingkirkan, kemudian diganti dengan kreatifitas dalam gerakan dakwah. Kreatifitas akan semakin baik dan kuat saat tetap berpijak pada akar yang lama yang masih kuat.dengan demikian keberadaan PERSIS tidak tergerus oleh derasnya hantaman arus globalisasi.

KESIMPULAN
Setelah mengkaji dan menguraikan beberapa permasalahan isi makalah penelitian ini, maka kami dapat menyimpulkan sedagai berikut:
Latarbelakang berdirinya PERSIS adalah kuatnya sikap taqlid buta dan segala macam kemungkaran yang ada di tengah-tengah masyarakat, sehingga membuat kaum muslimin semakin jauh dari tuntunan Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah. Bukan atas dasar kepentingan dari pendirinya, namun atas dasar syi'ar Islam, para pendiri PERSIS mendirikan organisasi hanya merasa terpanggil untuk memperbaiki umat, dan mereka tidak mendapatkan kepentingan di dalamnya, tugas pokok mereka saat itu hanyalah berdagang, jadi berdirinya PERSIS saat itu hanya untuk mengangkat ummat Islamdari kejumudan berfikir dan ketertutupan pintu ijtihad.
Dakwah keberagamaan warga PERSIS adalah dengan berpedoman pada tuntunan Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW. Bertujuan untuk memurnikan agama Islam. Sedangkan penyebaran faham-faham PERSIS di seluruh penjuru tanah air dikarenakan buku-buku dan terbitan-terbitan yang dimotori oleh fikiran-fikiran kritis Ahmad Hassan, salah seorang pendiri PERSIS.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an Tajwid dan terjemahnya, Bandung: PT. Sygma, t.th.
Pimpinan Pusat Persatuan Islam, Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persatusn Islam bangil, PP.PERSIS.  Bandung: Persatuan Islam, 1984.
Pedersipel, Howard M, Ideologi Muslim Pencarian dan Pergulatan PERSIS di Era Kemunculan Negara Indonesia. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004.
Noer, Deliar Gerakan Moderen Islam di Indonesia, Jakarta: LP3S, 1996.
Muchtar, A. Latif, Gerakan Kembali ke Islam, Bandung: Rosdakarya, 1998
Anshori, Isa, Manifes Perjuangan Persatuan Islam, Bandung: Manifes, 1958.
Abbas, Rafid, Ringkasan Disertasi, Ijtihad Persatuan Islam, Tela'ah Proses dan Produk Ijtihad Persis Periode Tahun 1996-2009, dikutip melalui http://pasca.sunan-ampel.ac.id/06/2011.
Amin, shiddiq, Panduan Hidup Berjama'ah, Bandung: Tafakkur, 2005.
Hassan, Ahmad, Soal Jawab Masalah Agama, Jilid I, Bandung: Diponegoro, 2007.
Pimpinan Pusat Persatuan Islam, http://persis.or.id.
http://id.wikipedia.org/wiki/Persatuan_Islam




[1]  Pimpinan Pusat Persatuan Islam, Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persatusn Islam bangil, PP.PERSIS, (Bandung: Persatuan Islam, 1984), 4-5.
[2]  Pimpinan Pusat Persatuan Islam, Sejarah Singkat Persatuan Islam Bangil, dinukil dari, http://persis.or.id/1221.
[3]  Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, (Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2009), 478.
[4]  Pimpinan Pusat Persatuan islam, Mengenang Sejarah Persis dari Masa Kemasa, 2010, http://persis.or.id/
[5]  Pimpinan Pusat Persatuan Islam, Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persatusn Islam bangil, PP.PERSIS, (Bandung: Persatuan Islam, 1984), 4-5.
[6]  Rafid Abbas, Ringkasan Disertasi, Ijtihad Persatuan Islam, Tela'ah Proses dan Produk Ijtihad Persis Periode Tahun 1996-2009, dikutip melalui http://pasca.sunan-ampel.ac.id/06/2011.
[7] Ibid.
[8] Dikutip dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Persatuan_Islam
[9]  Rafid Abbas, Ringkasan Disertasi, Ijtihad Persatuan Islam, Tela'ah Proses dan Produk Ijtihad Persis Periode Tahun 1996-2009, dikutip melalui http://pasca.sunan-ampel.ac.id/06/2011. hal. 18.
[10]  A. Latif Muchtar, Gerakan Kembali ke Islam,(Bandung: Rosdakarya, 1998), 215.
[11]  Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia, (Jakarta: LP3S, 1996), 38-39.





[1]  Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia, (Jakarta: LP3S, 1996), 97.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar