Oleh: Bakhtiar Nurdin
Latar Belakang
Masalah
Al-Qur'an adalah sumber utama bagi
umat islam, ia disamping berfungsi sebagai petunjuk (hudan) antara lain
petunjuk dalam persoalan-persoalan aqidah, syari'ah, moral atau akhlak dan
lainnya, juga sebagai pembeda. Berangkat dari kesadaran bahwa al-Qur'an memuat
berbagai macam petunjuk yang paling lengkap bagi manusia, yang membenarkan dan
mencakup wahyu-wahyu terdahulu. Yang kedudukannya menempati posisi sentral
dalam studi keislaman, maka lahirlah niatan dikalangan umat islam untuk mencoba
memahami isi kandungan al-Qur'an tersebut. Usaha untuk memahami inilah nantinya
dikenal aktifitas penafsiran. Kesadaran untuk memahami al-Qur'an melalui tafsir
telah
dimulai sejak masa turunnya al-Qur'an yang dipelopori oleh Nabi Muhammad SAW, hal ini dibuktian oleh adanya pertanyaan-pertanyaan dari para sahabat kepada Nabi Muhammad tentang berbagai persoalan yang menyangkut arti dan kandungan ayat-ayat al-Qur'an yang kurang jelas. Bukti lainnya adanya kritikan dari Nabi terhadap para sahabat yang menafsirkan al-Qur'an secara "sembrono" atau dengan akal semata. Jadi Nabi dimasa hayatnya sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) atau dengan kata lain sebagai mufassir awal.
dimulai sejak masa turunnya al-Qur'an yang dipelopori oleh Nabi Muhammad SAW, hal ini dibuktian oleh adanya pertanyaan-pertanyaan dari para sahabat kepada Nabi Muhammad tentang berbagai persoalan yang menyangkut arti dan kandungan ayat-ayat al-Qur'an yang kurang jelas. Bukti lainnya adanya kritikan dari Nabi terhadap para sahabat yang menafsirkan al-Qur'an secara "sembrono" atau dengan akal semata. Jadi Nabi dimasa hayatnya sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) atau dengan kata lain sebagai mufassir awal.
Setelah berakhir masa salaf, sekitar
abad ke 3 hijriyah dan perdaban islam semakin maju dan berkembang, maka
lahirlah berbagai madzhab dan aliran dalam islam. Masing-masing golongan
meyakinkan pengikutnya dengan menanamkan dan mengembangkan paham mereka. Untuk
mencapai maksud itu, mereka mencari ayat-ayatal-Qur'an atau hadits nabi, lalu mereka tafsirkan
sesuai denagan ideology dan aliran yang mereka anut. Hal ini yang menjadi salah
satu sebab yang melatar belakangi berkembangnya bentuk tafsir dari ma'tsur beralih
menjadi ra'yu (tafsir melalui pemikiran atau ijtihad al-aql).
Tafsir bi ar-ra'yi muncul sebagai
sebuah jenis tafsir pada periode akhir pertumbuhan tafsir bil ma'tsur sebagai
periode awal perkembangan tafsir. Pada masa islam semakin maju dan berkembang,
maka berkembanglah berbagai madzhab dan aliran di kalangan umat islam.
Masing-masing golongan berusaha meyakinkan umat dalam rangka mengembangkan
paham mereka.[1]
Meskipun telah terdapat upaya
sebagaian muslim yang menunjukkan bahwa mereka telah melakukan penafsiran dengan
ijtihad, khusus pada zaman sahabat dan tabi'in sebagai tonggak munculnya
ijtihad, namun tidak menutup kemungkinan bahwa sejak zaman Nabi benih-benih
tafsir bi al-ra'yi telah tumbuh dikalangan umat islam.
Dalam beberapa literature di
sebutkan bahwa sebenarnya tafsir bi al-ra'yi tidak semata-mata didasarkan pada
penalaran akal, dengan mengabaikan sumber-sumber riwayat secara mutlak, akan
tetapi lebih selektif terhadap riwayat tersebut.[2]
Dalam makalah ini akan dijelaskan
beberapa hal pokok yang berhubungan dengan tafsir ruh al-ma'ani karya al-alusi.
Tafsir Ruhul Ma'ani merupakan karya
besar Abu al-Sana Shihab al-Din al-Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi, salah
seorang intelektual muda yang dimilki islam pada zamannya. Kitab ini terdiri
dari 15 jilid kitab ditambah 1 jilid indeks. Sehingga keseluruhannya ada 16
jilid.
Karya al-Alusi ini bias dikatakan
sebagai karya yang komprehensif, mengingat beliau banyak mengutip pendapat
ulama-ulama sebelumnya dan disertai kritik yang tajam dan memilih pendapat yang
paling kuat diantara pendapat-pendapat yang ada. Banayk komentar ulama mengenai
kitab tafsir karya al-Alusi ini, baik itu berupa kritik, apresiasi, seperti
tafsir Aruhul Ma'ani disebut sebagai tafsir Isyari dan lain sebagainya.
Sebagai karya ulama belakangan.
Tafsir Ruhul Ma'ani banyak mengutip pendapat ulama terdahulu (mutaqaddimin).
Hal ini penting karena dengan demikian hubungan dengan mufassir terdahulu tetap
terjaga. Selain itu tafsir Ruhul Ma'ani juga banyak mengemukakan pendapat ulama
belakangan (mutaakkhirin). Hal ini juga penting untuk menghubungkan gengan
zaman di mana Tafsir Ruhul Ma'ani disusun.
Makalah ini akan berusaha mengkaji
karya monumental al-Alusi ini. Focus kajian makalah ini ada empat, yaitu:
1.
Biografi
pengarang
2.
Metodologi
Penulisan
3.
Dan
kelebihan dan kelemahannya
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Biografi
Pengarang
Nama lengkap al-Alusi adalah Abu
Sana' Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusi al-Baghdadi. Beliau
dilahirkan pada hari jum'at tanggal 14 sya'ban tahun 1217 H./1802 M. didekat
daerah Kurkh, Iraq. Beliau termasuk ulama besar di Irak yang ahli ilmu agama,
baik di bidang ilmu ushul (ilmu pokok) maupun furu' (ilmu cabang).[3]
Nisbat al-Alusi merujuk pada suatu
daerah di dekat sugai Eufrat antara Baghdad dan Syam (Syiria). Disitulah
keluarga dan kakeknya bertempat tinggal, itulah sebabnya beliau dikenal dengan
al-Alusi. Pada usia mudanya beliau dibimbing oleh orang tuanya sendiri yaitu
Syaikh Al-Suwaidy. Di samping itu al-Alusi juga berguru kepada Syaikh al-Naqsyabandi.
Dari yang terakhir ini beliau belajr tasawwuf. Maka wajar jika dalam sebagian
uraian tafsirnya beliau memasukkan kajian sufistik sebagai upaya untuk menguak
makna bathin.
Al-Alusi sangat dikenal dengan
hafalannya yang kuat (dhabit) dan brilian otaknya. Beliau mulai aktif belajar
dan menulis sejak berusia 13 tahun. Seolah beliau tidak ada perasaan bosan dan
malas dalam belajar. Berikut ini pernyataan al-Alusi sebagaimana yang di kuti
oleh al-Arkam: "Aku tidak pernah tidur di malam hari untuk memurnikan
ilmu-ilmu yang tercemar oleh kepentingan-kepentingan duniawi".
Pada tahun 1248 beliau diangkat
sebagai mufti setelah sebulan sebelumnya diangkat sebagai wali wakaf di madrasah
Al-marjaniyyah. Namun kemudian pada tahun 1263 H belia melepaskan jabattan dan
lebih menyibukkan diri untuk menyusun tafsir Al-Qur'an yang kemudian dikenal
dengan kitab Tafsir Ruh al-Ma'ani Fi Tafsiri Al-Qur'an Al-Adzim Wa Al-Sab'a
Al-Matsani
Setelah karya itu selesai kemudian
ditunjukkan kepada sultan Abdul Majid Khan dan ternyata mendapatkan apresiasi
yang luar biasa dari sulthan. Bahkan bentuk apresiasi yang diberikan adalah
emas seberat timbangan buku yang beliau tulis.
2.
Metodologi
Penulisan
Adapun mengenai corak penulisannya,
tafsir ini memiliki alas an-alasan tersendiri. Yang mana ada ulama yang
mengatakan kitab tafsir ma'ani merupakan tafsir yang memunyai nuansa sufistik.
Maksud di sini tafsir ini mempunyai unsure-unsur keagamaan yang kuat dan telah
dipakai oleh para ulama.
Selain itu tafsir ini juga mempunyai
peranan tersendiri di hati ulama dan mereka menilai tafsir ini sebagai acuan
mereka sebagai ensiklopedis, dan di dalam tafsir ar-ruh al-ma'ani ini pula
memuat pendapat-pendapat para mufassir sebelumnya. Hal ini dilakukan agar
tafsir ini mempunyai kepercayaan dimata para ulama yang mengkajinya.
Mengenai metode penulisan kitab ini
al-alusi menggunakan metode tahlili dalam penerapannya terhadap tafsirnya. Pola
penafsiran dengan menggunakan metode ini dapat menampung banyak ide yang
terkandung dalam benak mufassir.
Beliau juaga menafsirkan ayat dengan
jelas dengan menukil pendapat sahabat dan tabi'in. jikalau dalam ayat tersebut
ada dua pendapat atau lebih, disebutkan satu-persatu dengan dalil dan riwayat
dari sahabat maupun tabi'in yang mendukung dari tiap-tiap pendapat kemudian
memilih (mentarjih) diantara pendapat tersebut yang lebih kuat dari segi
dalilnya. Beliau juga mengi'rob, menistinbat hukum jika ayat tersebut berkaitan
dengan masalah hukum.
Lebih jelasnya kami
klasifikasifikasikan metodologi penulisan Tafsir Ruh al-Ma'ani Fi Tafsiri
Al-Qur'an Al-Adzim Wa Al-Sab'a Al-Matsani sebagai berikut:
1.
Sumber
penafsiran
Selain
menggunakan dalil nash al-qur'an, al-hadits, aqwal ulama' juga ra'yu. Ra'yu
inilah yang paling besar porsinya. Sehingga tidak heran bila ulama'
memasukkannya kedalam golongan tafsir bi al-ra'yi.[4]
2.
Cara penjelasan.
Dalam
memberikan penjelasan, Al-Alusi banyak mengutip pendapat para ahli yang
berkompeten. Sering kali ia juga memiliki pendapat berbeda dengan pendapat yang
dinukil, bahkan kadang-kadang ia juga mengomentari dan menganggap kurang tepat
diantara pendapat-pendapat yang disebutkannya. Melihat cara menjelaskan, tafsir
ruh al-ma'ani digolongkan kedalam kelompot tafsir al-muqarin/ komparatif.[5]
3.
Keluasan
penjelasan
Penjelasan
yang diberika al-Alusi terbilang detail, bahkan sangat detail, sehingga
tepatlah jika tafsir ruh al-ma'ani dimasukkan dalam golongan tafsir ithnabi
(tafsili)/ detail.[6]
Penjelasan di awal surat biasanya diawali nama surat, asbab al-nuzul, munasabah
dengan surah sebelumnya, maka kata I'rab, pendapat ulama' sebelumnya, dalil
yang ma'tsur (namun jarang), makana dibalik lafadz, dan jika pembahasan sangat
panjang terkadang uga diberi kesimpulan.
4.
Sasaran
dan tertib ayat yang ditafsirkan
Tafsir
ruh al-ma'ani menberikanpenjelasan al-Qur'an secara berunutun sesuai dengan
tertib mushaf, dimulai dari al-fatihah di akhiri dengan surah an-nas. Sehingga
tafsir ini masuk golongan tafsir tahlili.[7]
3.
Kelebihan
dan Kelemahannya
Sebagaimana metode-metode yang
lainnya, metode bi al-ra'yi atau tahlili tideak lepas dari kelebihan dan
kekurangan. Kitab tafsir ini memiliki banyak keistimewaan dan kelebihan yang
membedakan dengan kitab tafsir lainnya. Kitab tafsir ini memiliki ruang lingkup
yang luas, bentuk al-ra'yi dapat dikembangkan dalam berbagai corak penafsiran
sesuai dengan keahlian mufassir. Ahli bahasa misalnya, mendapat peluang yang
luas untuk untuk menafsirkan al-Qur'an dari sisi kebahasaan.
Tafsir al-ma'ani memiliki penialaian
tersendiridi mata ulama-ulama yang mengkajinya, yang mana di dalam tafsir
al-ma'ani ini memuat berbagai keterangan-keterangan ayat-ayat yang ada di dalam
kitab tersebut. Sebagai contoh komentar Az-Dzahabi yang mengatakan bahwa sanya
tafsir al-ma'ani menafsirkan ayat-ayat yang berdasrkan lahirnya ayat tersebut tanpa
mengabaikan riwayat yang shahih.
Kemudian menurut Rasyid Ridha pula
mengatakan bahwasanya tafsir ruh al-ma'ani merupakan yang terbaik di antara
yang muta'akhkhirin (belakangan). Hal ini dikarenakan luasya pengetahuan yang
ditulis oleh al-alusi dan metode-metodenya, sehingga tafsir ini mendapatkan
respon yang baik dikalangan para ulama.
Berikut ini keistimewaan dari kitab
tafsir ruh al-Ma'ani karya al-Alusi:
1.
Penjelasan
yang diberikan sangat luas dengan memperhatikan qira'ah (cara baca), munasabah
(hubungan antara ayat atau surah), asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat),
I'rab (ketatabahasaan). Tafsir metode ra'yi sendiri masih dapat dikembangkan
dengan berbagai corak penafsiran sesuai dengan keahlian dan kecendrungan
mufassirnya. Dengan keluasan ruang lingkupnya, metode bi al-ra'yi dapat
menampung berbagai ide dan gagasan dalam upaya penafsiran Al-Qur'an.
2.
Memuat
berbagai ide dan gagasan. Karena keluasan ruang lingkupnya, mufassirnya pun
relative mempunyai kebebasan dalam mengajukan ide-ide dan gagasan-gagasan baru.
Sehingga dapat dipastikan pesatnya perkembangan tafsir disebabkan oleh
kebebasan tersebut.
3.
Banyak
merujuk pada tafsir-tafsir terdahulu dan sya'ir-sya'ir arab.
4.
Banyak
menjelaskan makna samar yang disyaratka oleh ayat yang sulit dijangkau oleh
manusia biasa, sehingga memperkaya khzanah keilmuan, menambah ketakjuban dan
keyakinan terhadap al-AQur'an.
5.
Mengkritik
dan memperketat penerimaan tafsir israiliyat, sebagaimana seperti menafsirkan
surah Hud ayat 38, dalam menjelaskan lafadz "al-fulk" meriwayatkan
khabar israiliyat dengan menyebutkan jenis kayu untuk membuat kapal,
panjangnya, lebarnya, tingginya dan juga tempat pembuatan kapal dan seterusnya,
kemudian berkomentar, "keadaan sebenarnya dari kapal yang dikabarkan, saya
rasa tidak dapat berlayar dengan nya karena tidak bebas dari aib dan kekurangan,
maka lebih afdhal mengimaninya bahwa nabi Nuh membuat kapal sebagaimana yang
telah dikisahkan allah dalam Al-Qur'an, tanpa mengetahui jenis kayunya,
panjangnya, lebarnya, tingginya, dan lama pengerjaannya dan lain sebagainya,
karena itu tdak diterangkan oleh al-Qur'an juga hadits Nabi.
6.
Menurut
As-Shabuni, tafsir Al-Alusi adalah bahan rujukan yang terbaik dalam bidang ilmu
tafsir riwayah, dirayah, dan isyarah, serta melipti ulama salaf dan khalaf dan
ahli-ahli ilmu.
7.
Dalam
menjelaskan ayt-ayat hukum tidak ada kecenderungan memihak kepada suatu madzhab
tertentu setelah menyebutkan pendapat-pendapat madzhab fiqih yang ada.
Selain mempunyai kelebihan, tafsir
ruh al-ma'ani, tak luput dari kekurangan atau kelemahan. Berikut ini kelemahan
dari kitab tafsir ruh al-Ma'ani karya al-Alusi:
1.
Dalam
membahas masalah nahwu, Al-Alusi terlalu hanyut di dalamya sehingga melebar dan
keluar batas sebagai seorang mufassir.
2.
Meskipun
dalam tafsir beliau mencantumkan ayat-ayat dan hadits namun masih dianggap
kurang memadai.
3.
Sebagai
seorang yang bermadzhab salafi dan beraqidah sunni, maka al-alusi senantiasa
menentang pendapat-pendapat mu'tazilah, syi'ah dan lainnya dari
pengikut-pengikut yang bertentangan dengan madzhabnya.
BAB III
KESIMPULAN
Tafsir Ruh al-Ma'ani Fi Tafsiri
Al-Qur'an Al-Adzim Wa Al-Sab'a Al-Matsani adalah salah satu tafsir yang ditulis
dengan metode tahlili yang menampung banyak ide dari penulisnya, yaitu Abu
Sana' Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusi al-Baghdadi.
Kelebihan tafsir Ruh al-Ma'ani,
selain pambahasannya yang luas kitab tafsir ini memiliki ruang lingkup yang
luas, bentuk al-ra'yi dapat dikembangkan dalam berbagai corak penafsiran.
penulisnya juga banyak merujuk pada tafsir-tafsir terdahulu. Juga banyak mengupas
makna ayat-ayat samar sehingga dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan yang
dapat menambah ketakjuban dan keyakian terhadap Al-Qur'an.
Adapun kelemahan dari tafsir ini,
karena pembahasannya yang sangat luas tersebut membuat para pembaca pemula
merasa kesulitan untuk memahami secara utuh kandungan tafsir ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi
Islam, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
M. Qurays Syihab, Wawasan
Al-Qur'an, Tafsir Maudhu'I Atas Belbagai Persoalan Umat. Bandung: Penerbit
Mizan, 2002.
Nasir, Ridlwan, Diktat Mata
Kuliah Studi al-qur'an, Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004.
[3] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi
Islam, jilid 1, (Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), 130.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar