Rabu, 24 Juni 2015

Tafsir Ruh Al-Ma'ani

Oleh: Bakhtiar Nurdin

Latar Belakang Masalah
Al-Qur'an adalah sumber utama bagi umat islam, ia disamping berfungsi sebagai petunjuk (hudan) antara lain petunjuk dalam persoalan-persoalan aqidah, syari'ah, moral atau akhlak dan lainnya, juga sebagai pembeda. Berangkat dari kesadaran bahwa al-Qur'an memuat berbagai macam petunjuk yang paling lengkap bagi manusia, yang membenarkan dan mencakup wahyu-wahyu terdahulu. Yang kedudukannya menempati posisi sentral dalam studi keislaman, maka lahirlah niatan dikalangan umat islam untuk mencoba memahami isi kandungan al-Qur'an tersebut. Usaha untuk memahami inilah nantinya dikenal aktifitas penafsiran. Kesadaran untuk memahami al-Qur'an melalui tafsir telah
dimulai sejak masa turunnya al-Qur'an yang dipelopori oleh Nabi Muhammad SAW, hal ini dibuktian oleh adanya pertanyaan-pertanyaan dari para sahabat kepada Nabi Muhammad tentang berbagai persoalan yang menyangkut arti dan kandungan ayat-ayat al-Qur'an yang kurang jelas. Bukti lainnya adanya kritikan dari Nabi terhadap para sahabat yang menafsirkan al-Qur'an secara "sembrono" atau dengan akal semata. Jadi Nabi dimasa hayatnya sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) atau dengan kata lain sebagai mufassir awal.
Setelah berakhir masa salaf, sekitar abad ke 3 hijriyah dan perdaban islam semakin maju dan berkembang, maka lahirlah berbagai madzhab dan aliran dalam islam. Masing-masing golongan meyakinkan pengikutnya dengan menanamkan dan mengembangkan paham mereka. Untuk mencapai maksud itu, mereka mencari ayat-ayatal-Qur'an  atau hadits nabi, lalu mereka tafsirkan sesuai denagan ideology dan aliran yang mereka anut. Hal ini yang menjadi salah satu sebab yang melatar belakangi berkembangnya bentuk tafsir dari ma'tsur beralih menjadi ra'yu (tafsir melalui pemikiran atau ijtihad al-aql).
Tafsir bi ar-ra'yi muncul sebagai sebuah jenis tafsir pada periode akhir pertumbuhan tafsir bil ma'tsur sebagai periode awal perkembangan tafsir. Pada masa islam semakin maju dan berkembang, maka berkembanglah berbagai madzhab dan aliran di kalangan umat islam. Masing-masing golongan berusaha meyakinkan umat dalam rangka mengembangkan paham mereka.[1]
Meskipun telah terdapat upaya sebagaian muslim yang menunjukkan bahwa mereka telah melakukan penafsiran dengan ijtihad, khusus pada zaman sahabat dan tabi'in sebagai tonggak munculnya ijtihad, namun tidak menutup kemungkinan bahwa sejak zaman Nabi benih-benih tafsir bi al-ra'yi telah tumbuh dikalangan umat islam.
Dalam beberapa literature di sebutkan bahwa sebenarnya tafsir bi al-ra'yi tidak semata-mata didasarkan pada penalaran akal, dengan mengabaikan sumber-sumber riwayat secara mutlak, akan tetapi lebih selektif terhadap riwayat tersebut.[2]
Dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa hal pokok yang berhubungan dengan tafsir ruh al-ma'ani karya al-alusi.
Tafsir Ruhul Ma'ani merupakan karya besar Abu al-Sana Shihab al-Din al-Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi, salah seorang intelektual muda yang dimilki islam pada zamannya. Kitab ini terdiri dari 15 jilid kitab ditambah 1 jilid indeks. Sehingga keseluruhannya ada 16 jilid.
Karya al-Alusi ini bias dikatakan sebagai karya yang komprehensif, mengingat beliau banyak mengutip pendapat ulama-ulama sebelumnya dan disertai kritik yang tajam dan memilih pendapat yang paling kuat diantara pendapat-pendapat yang ada. Banayk komentar ulama mengenai kitab tafsir karya al-Alusi ini, baik itu berupa kritik, apresiasi, seperti tafsir Aruhul Ma'ani disebut sebagai tafsir Isyari dan lain sebagainya.
Sebagai karya ulama belakangan. Tafsir Ruhul Ma'ani banyak mengutip pendapat ulama terdahulu (mutaqaddimin). Hal ini penting karena dengan demikian hubungan dengan mufassir terdahulu tetap terjaga. Selain itu tafsir Ruhul Ma'ani juga banyak mengemukakan pendapat ulama belakangan (mutaakkhirin). Hal ini juga penting untuk menghubungkan gengan zaman di mana Tafsir Ruhul Ma'ani disusun.
Makalah ini akan berusaha mengkaji karya monumental al-Alusi ini. Focus kajian makalah ini ada empat, yaitu:
1.      Biografi pengarang
2.      Metodologi Penulisan
3.      Dan kelebihan dan kelemahannya

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Biografi Pengarang
Nama lengkap al-Alusi adalah Abu Sana' Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusi al-Baghdadi. Beliau dilahirkan pada hari jum'at tanggal 14 sya'ban tahun 1217 H./1802 M. didekat daerah Kurkh, Iraq. Beliau termasuk ulama besar di Irak yang ahli ilmu agama, baik di bidang ilmu ushul (ilmu pokok) maupun furu' (ilmu cabang).[3]
Nisbat al-Alusi merujuk pada suatu daerah di dekat sugai Eufrat antara Baghdad dan Syam (Syiria). Disitulah keluarga dan kakeknya bertempat tinggal, itulah sebabnya beliau dikenal dengan al-Alusi. Pada usia mudanya beliau dibimbing oleh orang tuanya sendiri yaitu Syaikh Al-Suwaidy. Di samping itu al-Alusi juga berguru kepada Syaikh al-Naqsyabandi. Dari yang terakhir ini beliau belajr tasawwuf. Maka wajar jika dalam sebagian uraian tafsirnya beliau memasukkan kajian sufistik sebagai upaya untuk menguak makna bathin.
Al-Alusi sangat dikenal dengan hafalannya yang kuat (dhabit) dan brilian otaknya. Beliau mulai aktif belajar dan menulis sejak berusia 13 tahun. Seolah beliau tidak ada perasaan bosan dan malas dalam belajar. Berikut ini pernyataan al-Alusi sebagaimana yang di kuti oleh al-Arkam: "Aku tidak pernah tidur di malam hari untuk memurnikan ilmu-ilmu yang tercemar oleh kepentingan-kepentingan duniawi".
Pada tahun 1248 beliau diangkat sebagai mufti setelah sebulan sebelumnya diangkat sebagai wali wakaf di madrasah Al-marjaniyyah. Namun kemudian pada tahun 1263 H belia melepaskan jabattan dan lebih menyibukkan diri untuk menyusun tafsir Al-Qur'an yang kemudian dikenal dengan kitab Tafsir Ruh al-Ma'ani Fi Tafsiri Al-Qur'an Al-Adzim Wa Al-Sab'a Al-Matsani
Setelah karya itu selesai kemudian ditunjukkan kepada sultan Abdul Majid Khan dan ternyata mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari sulthan. Bahkan bentuk apresiasi yang diberikan adalah emas seberat timbangan buku yang beliau tulis.
2.        Metodologi Penulisan
Adapun mengenai corak penulisannya, tafsir ini memiliki alas an-alasan tersendiri. Yang mana ada ulama yang mengatakan kitab tafsir ma'ani merupakan tafsir yang memunyai nuansa sufistik. Maksud di sini tafsir ini mempunyai unsure-unsur keagamaan yang kuat dan telah dipakai oleh para ulama.
Selain itu tafsir ini juga mempunyai peranan tersendiri di hati ulama dan mereka menilai tafsir ini sebagai acuan mereka sebagai ensiklopedis, dan di dalam tafsir ar-ruh al-ma'ani ini pula memuat pendapat-pendapat para mufassir sebelumnya. Hal ini dilakukan agar tafsir ini mempunyai kepercayaan dimata para ulama yang mengkajinya.
Mengenai metode penulisan kitab ini al-alusi menggunakan metode tahlili dalam penerapannya terhadap tafsirnya. Pola penafsiran dengan menggunakan metode ini dapat menampung banyak ide yang terkandung dalam benak mufassir.
Beliau juaga menafsirkan ayat dengan jelas dengan menukil pendapat sahabat dan tabi'in. jikalau dalam ayat tersebut ada dua pendapat atau lebih, disebutkan satu-persatu dengan dalil dan riwayat dari sahabat maupun tabi'in yang mendukung dari tiap-tiap pendapat kemudian memilih (mentarjih) diantara pendapat tersebut yang lebih kuat dari segi dalilnya. Beliau juga mengi'rob, menistinbat hukum jika ayat tersebut berkaitan dengan masalah hukum.
Lebih jelasnya kami klasifikasifikasikan metodologi penulisan Tafsir Ruh al-Ma'ani Fi Tafsiri Al-Qur'an Al-Adzim Wa Al-Sab'a Al-Matsani sebagai berikut:



1.      Sumber penafsiran
Selain menggunakan dalil nash al-qur'an, al-hadits, aqwal ulama' juga ra'yu. Ra'yu inilah yang paling besar porsinya. Sehingga tidak heran bila ulama' memasukkannya kedalam golongan tafsir bi al-ra'yi.[4]
2.       Cara penjelasan.
Dalam memberikan penjelasan, Al-Alusi banyak mengutip pendapat para ahli yang berkompeten. Sering kali ia juga memiliki pendapat berbeda dengan pendapat yang dinukil, bahkan kadang-kadang ia juga mengomentari dan menganggap kurang tepat diantara pendapat-pendapat yang disebutkannya. Melihat cara menjelaskan, tafsir ruh al-ma'ani digolongkan kedalam kelompot tafsir al-muqarin/ komparatif.[5]
3.      Keluasan penjelasan
Penjelasan yang diberika al-Alusi terbilang detail, bahkan sangat detail, sehingga tepatlah jika tafsir ruh al-ma'ani dimasukkan dalam golongan tafsir ithnabi (tafsili)/ detail.[6] Penjelasan di awal surat biasanya diawali nama surat, asbab al-nuzul, munasabah dengan surah sebelumnya, maka kata I'rab, pendapat ulama' sebelumnya, dalil yang ma'tsur (namun jarang), makana dibalik lafadz, dan jika pembahasan sangat panjang terkadang uga diberi kesimpulan.
4.      Sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan
Tafsir ruh al-ma'ani menberikanpenjelasan al-Qur'an secara berunutun sesuai dengan tertib mushaf, dimulai dari al-fatihah di akhiri dengan surah an-nas. Sehingga tafsir ini masuk golongan tafsir tahlili.[7]
3.        Kelebihan dan Kelemahannya
Sebagaimana metode-metode yang lainnya, metode bi al-ra'yi atau tahlili tideak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Kitab tafsir ini memiliki banyak keistimewaan dan kelebihan yang membedakan dengan kitab tafsir lainnya. Kitab tafsir ini memiliki ruang lingkup yang luas, bentuk al-ra'yi dapat dikembangkan dalam berbagai corak penafsiran sesuai dengan keahlian mufassir. Ahli bahasa misalnya, mendapat peluang yang luas untuk untuk menafsirkan al-Qur'an dari sisi kebahasaan.
Tafsir al-ma'ani memiliki penialaian tersendiridi mata ulama-ulama yang mengkajinya, yang mana di dalam tafsir al-ma'ani ini memuat berbagai keterangan-keterangan ayat-ayat yang ada di dalam kitab tersebut. Sebagai contoh komentar Az-Dzahabi yang mengatakan bahwa sanya tafsir al-ma'ani menafsirkan ayat-ayat yang berdasrkan lahirnya ayat tersebut tanpa mengabaikan riwayat yang shahih.
Kemudian menurut Rasyid Ridha pula mengatakan bahwasanya tafsir ruh al-ma'ani merupakan yang terbaik di antara yang muta'akhkhirin (belakangan). Hal ini dikarenakan luasya pengetahuan yang ditulis oleh al-alusi dan metode-metodenya, sehingga tafsir ini mendapatkan respon yang baik dikalangan para ulama.
Berikut ini keistimewaan dari kitab tafsir ruh al-Ma'ani karya al-Alusi:
1.      Penjelasan yang diberikan sangat luas dengan memperhatikan qira'ah (cara baca), munasabah (hubungan antara ayat atau surah), asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), I'rab (ketatabahasaan). Tafsir metode ra'yi sendiri masih dapat dikembangkan dengan berbagai corak penafsiran sesuai dengan keahlian dan kecendrungan mufassirnya. Dengan keluasan ruang lingkupnya, metode bi al-ra'yi dapat menampung berbagai ide dan gagasan dalam upaya penafsiran Al-Qur'an.
2.      Memuat berbagai ide dan gagasan. Karena keluasan ruang lingkupnya, mufassirnya pun relative mempunyai kebebasan dalam mengajukan ide-ide dan gagasan-gagasan baru. Sehingga dapat dipastikan pesatnya perkembangan tafsir disebabkan oleh kebebasan tersebut.
3.      Banyak merujuk pada tafsir-tafsir terdahulu dan sya'ir-sya'ir arab.
4.      Banyak menjelaskan makna samar yang disyaratka oleh ayat yang sulit dijangkau oleh manusia biasa, sehingga memperkaya khzanah keilmuan, menambah ketakjuban dan keyakinan terhadap al-AQur'an.
5.      Mengkritik dan memperketat penerimaan tafsir israiliyat, sebagaimana seperti menafsirkan surah Hud ayat 38, dalam menjelaskan lafadz "al-fulk" meriwayatkan khabar israiliyat dengan menyebutkan jenis kayu untuk membuat kapal, panjangnya, lebarnya, tingginya dan juga tempat pembuatan kapal dan seterusnya, kemudian berkomentar, "keadaan sebenarnya dari kapal yang dikabarkan, saya rasa tidak dapat berlayar dengan nya karena tidak bebas dari aib dan kekurangan, maka lebih afdhal mengimaninya bahwa nabi Nuh membuat kapal sebagaimana yang telah dikisahkan allah dalam Al-Qur'an, tanpa mengetahui jenis kayunya, panjangnya, lebarnya, tingginya, dan lama pengerjaannya dan lain sebagainya, karena itu tdak diterangkan oleh al-Qur'an juga hadits Nabi.
6.      Menurut As-Shabuni, tafsir Al-Alusi adalah bahan rujukan yang terbaik dalam bidang ilmu tafsir riwayah, dirayah, dan isyarah, serta melipti ulama salaf dan khalaf dan ahli-ahli ilmu.
7.      Dalam menjelaskan ayt-ayat hukum tidak ada kecenderungan memihak kepada suatu madzhab tertentu setelah menyebutkan pendapat-pendapat madzhab fiqih yang ada.
Selain mempunyai kelebihan, tafsir ruh al-ma'ani, tak luput dari kekurangan atau kelemahan. Berikut ini kelemahan dari kitab tafsir ruh al-Ma'ani karya al-Alusi:
1.      Dalam membahas masalah nahwu, Al-Alusi terlalu hanyut di dalamya sehingga melebar dan keluar batas sebagai seorang mufassir.
2.      Meskipun dalam tafsir beliau mencantumkan ayat-ayat dan hadits namun masih dianggap kurang memadai.
3.      Sebagai seorang yang bermadzhab salafi dan beraqidah sunni, maka al-alusi senantiasa menentang pendapat-pendapat mu'tazilah, syi'ah dan lainnya dari pengikut-pengikut yang bertentangan dengan madzhabnya.

BAB III
KESIMPULAN
Tafsir Ruh al-Ma'ani Fi Tafsiri Al-Qur'an Al-Adzim Wa Al-Sab'a Al-Matsani adalah salah satu tafsir yang ditulis dengan metode tahlili yang menampung banyak ide dari penulisnya, yaitu Abu Sana' Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusi al-Baghdadi.
Kelebihan tafsir Ruh al-Ma'ani, selain pambahasannya yang luas kitab tafsir ini memiliki ruang lingkup yang luas, bentuk al-ra'yi dapat dikembangkan dalam berbagai corak penafsiran. penulisnya juga banyak merujuk pada tafsir-tafsir terdahulu. Juga banyak mengupas makna ayat-ayat samar sehingga dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan yang dapat menambah ketakjuban dan keyakian terhadap Al-Qur'an.
Adapun kelemahan dari tafsir ini, karena pembahasannya yang sangat luas tersebut membuat para pembaca pemula merasa kesulitan untuk memahami secara utuh kandungan tafsir ini.

DAFTAR PUSTAKA
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
M. Qurays Syihab, Wawasan Al-Qur'an, Tafsir Maudhu'I Atas Belbagai Persoalan Umat. Bandung: Penerbit Mizan, 2002.
Syafaat, Tafsir Tahlili, Makalah diakses dari www.scribd.com/doc/24854461
Nasir, Ridlwan, Diktat Mata Kuliah Studi al-qur'an, Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004.




[1]  Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur'an (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002), 49.
[2]  Alfatih Suryadilag, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta, Teras, 2005), 113.
[3]  Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid 1, (Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), 130.
[4]   Ridlwan Nasir, Diktat Mata Kuliah Studi Al-Qur'an, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004)2.
[5]  Ibid. 24.
[6]  Ibid, 3.
[7]  Ibid, 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar